Sabtu, 01 Juli 2017

Umat islam akan menyesal jika tidak memperhatikan hal ini



Perhatikanlah hadis nabi yang di kutip dari kitab  berikut ini.

سَيَأْتِيْ زَمَانٌ عَلَى اُمَّتِيْ يَفِرُّوْنَ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَالْفُقَهَاءِ فَيَبْتَلِيْهِم اللهُتَعَالَى بِثَلاَثِ بَلِيَّاتٍ:
Akan datang kepada umatku suatu masa dimana mereka lari menjauhi ulama’ dan fuqoha’ (ahli fiqih), maka Allah menurunkan tiga bala’ untuk mereka.
Pertama
اُوْلاَهَا يَرْفَعُ بَرَكَةَ مِنْ كَسْبِهِمْ
Allah menghilangkan barokah dari usaha mereka
Kedua
وَالثَّانِيَةُ يُسَلِّطُ اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا ظَالِمًا
Allah mengangkat penguasa untuk mereka, penguasa yang dlolim.
Ketiga
وَالثَّالِثَةُ يَخْرُج. ُ مِنَ الدُّنْيَا بِغَيْرِ اِيْمَان
ٍMereka keluar dari dunia (mati) dalam keadaan tanpa iman. 
# Diambil dari kitab Nasha-ihul Ibad karangan Syaikh Nawawi al-Bantani 


وقال صلى الله عليه وسلم:  من نظر إلى وجه العالم نظرة ففرح بها خلق الله تعالى من تلك النظرة ملكا يستغفر له إلى يوم القيامة

Nabi SAW bersabda :
                 Barangsiapa memandang wajah orang alim dengan satu pandangan lalu ia merasa senang dengannya, maka Allah Ta’ala menciptakan malaikat dari pandangan itu dan memohonkan ampun kepadanya sampai hari kiamat.
 # Kitab Lubabul Hadits.

Jangan pernah jauhi ulama, cintai dan ta’dzimi beliau ulama yang benar pasti akan membawa kita kepada hal yang positif, jalan yang lurus, dan tidak akan menyesatkan kita. Ulama yang benar benar ulama pasti akan mengayomi kita. Ulama adalah pewaris nabi, ulama adalah orang yang takut kepada Allah SWT. Ulama adalah penerus nabi yang memperdulikan umat. 
Maka janganlah sekali-kali kita menjauhi ulama. 

Kamis, 29 Juni 2017

IKSAAS GUNCANG PANTAI SAWMIL


IKSAAS GUNCANG PANTAI SAWMIL
Halal Bil Halal Dan Gema Mujahadah Nihadul Mustagfirin
WONOSOBO – Ikatan Silaturahmi Santri dan Alumni Se-kecamatan Wonosobo dan Semaka (IKSAAS) Yang  Terhimpun dari Ikatan Santri Alumni A.P.I Pon-Pes Bahrul Ulum dan Al-Falah Putri Desa Margodadi Kec.Sumberejo Kab.Tanggamus  Menggelar Acara Halal Bil Halal yang di isi dengan Mujahadah Nihadul Mustagfirin dan Mau’idhotul Hasanan yang  di isi oleh romo KH. Hidayatul Musthofa Selaku Pengasuh Pon-pes Bahrul Ulum Putri  Dengan dilanjutkan Gema lantunan Sholawat yang mengguncang pesisir pantai sawmil Kec.Wonosobo Kab.Tanggamus, Rabu (28/6/2017).

“IKSAAS ini diadakan salain untuk ajang bermaaf-maafan juga bertujuan untuk memperkuat ukhwah keluarga antar santri dan alumni Pon-Pes Bahrul ulum dan Al-Falah Putri juga sebagai media do’a bersama pada bulan syawal ,” ujar Ketua IKSAAS, Saudara Naharuddin, Rabu, (28/6/2017).

Naharuddin berharap semoga kedepan acara rutinan IKSAAS yang diadakan satu tahun sekali ini bisa istiqomah dan dengan agenda yang lebih besar lagi di Kec.Wonosobo dan Semaka .

IKSAAS Berlangsung dengan sangat meriah yang diawali dengan Mujahadah Nihadul Mustagfirin dan pengajian yang di isi oleh KH. Hidayatul Musthofa juga dilanjut dengan Gema sholawat yang dibawakan oleh para santri yang tergabung dari santri Pon-Pes Bahrul Ulum juga dari Pon-Pes Putri Al-Falah dengan sambutan serta antusias yang meriah dari warga sekitar dan Bahkan di Hadiri juga oleh sebagian ikatan  santri dan alumni yang terhimpun dari wilayah Seperti Kec.Ulubelu (IKSABA) Juga Kec.Sumberejo (HASBALAH) Kab.Tangamus.

Satu Kalimat yang harus di ingat oleh para santri dan alumni dari Cramah KH. Hidayatul Musthofa Adalah “Jangan sampai Melupakan Berkah dan sering lah soan ke para Kiai”  dan juga beliau berpesan kepada para santri dan alumni agar mereka mengamalkan tasawuf untuk mengimbangi dari ilmu – ilmu yang didapat baik itu ilmu teologi maupun fiqih.

Untuk diketahui Bahwa IKSAAS merupakan Gabungan dari Santri dan Alumni Pon-pes Bahrul Ulum dan Al-Falah putri Desa Margodadi Kec.Sumberejo Kab.Tanggamus  Yang berasal dari daerah sekitar Kec.Wonosobo dan Semaka.(M.Mahfudz Nasir)




Sabtu, 25 Maret 2017

IJMA'



IJMA’
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pembimbing : Bpk.Dr.H.Junaidi Abdillah,M.S.I
           

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5 PAI F III
M. MAHFUDZ NASIR         :           1511010297
FITRA OCTA RYANI          :           1511010408
ITA FEBRI KUSUMA W                 :           1511101286





Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQCXieOjejW9b7XnouQI9dLn1k_20XTJSXgO3q4K6dfC2GCnfUHU5k71DWUC15X3yy1sAIZ8Ql8GrJX29kA9xK3M05fX07ljz9mUXuiyuOAEAcuprg-wOD5qp-PA__jOuSPSiB6_9trFnX/s1600/Logo_IAIN_Raden_Intan_Bandar_Lampung.jpg
 








                                                     


                              
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM  FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2015/2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penerjemahan tentang “Ijma” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya, Dan juga kami berterimakasih pada Bpk.Dr.H.Junaidi Abdillah,M.S.I Selaku Dosen Mata Kuliah Ushul Fiqih yang telah memberikan tugas ini kepada kami, dan telah membimbing pembelajaran kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ijma’, Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam Terjemahan  ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.






Bandar Lampung,18  Desember 2016



Penyusun


DAFTAR ISI
                                                                                                                      Hal
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.    LatarBelakang.................................................................................. 1
B.     RumusanMasalah............................................................................. 1
C.     Tujuan.............................................................................................. 1

BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................ 2
A.    Pengertian ijma’............................................................................... 2
B.     Syarat-Syarat Ijma’ ......................................................................... 3
C.     Rukun-Rukun Ijma’......................................................................... 4
D.    Macam-macam ijma’........................................................................ 5
E.     Ijma’ ditinjau dari segi macam-macamnya ...................................... 5
F.      Peran ijma’ sebagai hujjah ............................................................... 7
G.    Kemungkinan Terbentuknya Hujjah ............................................... 10


BAB III
PENUTUP.................................................................................................. 11
-          Kesimpulan ..................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ushul fiqh pada hakikatnya merupakan alat metodologi untuk menggali fiqih/hukum islam dari syariah yang berupa teks/firman Allah SWT dan hadis Nabi Muhammad SAW. Adapun kaidah fiqih adalah kumpulan atau paket-paket kemasan hasil produksi para mujtahid dalam bentuk hukum islam yang dikelompokan menurut jenis dan kesamaanya.
Dengan menggunakan analogi ishul fiqih sebagai bagian dari proses produksi, sulit membayangkan suatu produk dapat dihasilkan, tanpa alat\mesin produksi yang menghasilkan suatu produk, dimana ushul fiqih berperan sebagai mesin produk tersebut. Karena itu secara metodologis dapat dikatakan, seseorang dapat dikatakan ahli hukum islam (fuqoha), apabila menguasai ilmu ushul fiqih. Sebaliknya, orang yang hanya mengetahui ilmu fiqih tanpa mengetahui ushul fiqih, dapat mudah keliru dan salah dalam menerapkan pengetahuanya pada kasus-kasuh hukum yang dihadapkan kepadanya. Sebab, pengetahuan fiqhnyha itu hanya berdasarkan hafalan saja, tanpa landasan yang kokoh dan pemahaman yang mendalam terhadap prinsip-prinsip hukum islam.
Dalam terjemahan kami kami mencoba menerjemahkan hasil karya ilmiah dosen kami yang membahas tentang ijma’ yang mana sudah kita ketahui bahwa ijma’ adalah salah sebagian dari strategi ushul fiqih untuk menentukan suatu hukum.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Ijma’ ?
2.      Apa Saja Macam-macam ijma’ ?
3.      Bagaimana Kedudukan Ijma’ Sebagai hujjah ?
C. Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian dari Ijma’.
2.      Mengetahui Macam-Macam Ijma’.
3.      Memahami Tentang Kedudukan Ijma’ Sebagai Hujjah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ijma’
Ijma’ merupakan sumber kuat dalam menetapkan hukum-hukum islam dan menduduki tingkatan ketiga dalam urutan sumber hukum islam.[1] Ijma’ menurut bahasa di ungkapkan untuk salah satu dari dua makna yaitu
Makna Pertama Adalah  العزم  (Menyengaja) dan تصمىم (diam) terhadp sesuatu hal , ini bukti bahwa ada ungkapan “fulan menyengaja terhadap sesuatu” yakni fulan menyengaja terhadap sesuatu tersebut. Bukti lain yang menunjukan ialah fiman Allah SWT :
فاجمعوا امركم وشركائكم
Artinya:
karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkan lah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku) (Q.S. yunus ayat 71[2]  (yakni menyengajalah)
Dan hadis Nabi Muhammad SAW :
لاصيام لمن لم يجمع الصيام من اليل (روه ابو داود)
Artinya:
Tidak sah puasa seseorang yang tidak membulatkan niat puasanya pada malam hari.

Makna yang Kedua Adalah الاتفاق  (Sepakat) yakni terbukti bahwa ada ungkapan                                                    اجمع القوم على كداsekelompok orang sepakat terhadap hal ini ” yakni mereka menyepakatinya, maka hal ini juga butuh terhadap makna تصمىم atau diam.
Perbedaan dari keduanya bahwa makna yang pertama diungkapkan terhadap kesengajaan satu orang, sedangkan makna yang kedua harus berbilang atau kelompok.
Ijma’ menurut jumhur ulama ialah kesepakatan semua para mujtahid terhadap hukum syar’i terhadap suatu kasus dalam satu masa setelah meninggalnya Rosulullah SAW . ungkapan “setelah meninggalnya Rosulullah”  pada definisi diatas ini dikarenakan pada masa hidupnya Rasulullah SAW, beliaulah satu-satunya tempat rujukan syari’at.  Maka dari itu didak ada ikhtilaf  atau perbedaan hukum syari’at  dan tidak ada kesepakatan. Dikarenakan kesepakatan itu sendiri tidak akan terbentuk kecuali dari kelompok.
Ketika terjadi suatu permasalahan atau kasus yang timbul dan diserahkan kepada semua mujtahid, mereka sepakat terhadap suatu hukum dalam kasus itu, maka kesepakatanya dinamakan ijma’. Contohnya adalah:
1.      para sahabat sepakat dengan kepemimpinan Abu bakar As-Sidiq  dengan mengqiyaskan pada mendahululanya untuk menjadi imam sholat dihari ketika Rosulullah SAW Sedang sakit.
فقد روى ان الصحابة قالوا : رضيه السول الله لديننا افلا نرضاه لدنيانا
1.      Diriwayatkan bahwa para sahabat mengatakan : Rosulullah SAW meridhoi Abu bakar As-sidiq untuk agama kami, apakah kami tidak meridhoinya Abu Bakar As-sidiq bagi dunia kami.
2.      kesepakatan terdap haramnya lemak babi dengan mengqiyaskan pada keharaman dagingnya.
3.      kesepakatan terhadap pembuangan minyak simsim ataupul lainya yang telah kejatuhan tikus yang mana tikus itu mati didalamnya, dengan mengqiyaskan dengan minyak samin.
4.      kesepakatan terhadap bagian  untuk nenek dengan mengqiyaskan terhadap bagian ibu.
5.      kesepakatan terhadap pengumpulan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar As-sidiq karna menimbang kemaslahatan untuk umat.
6.      kesepakatan terhadap hukum tidak ada pembagian bumi\tanah yang telah di taklukan bagi para Ghanimin pada masa Umar Bin Khattab Menimbang kemaslahan untuk umat.
B. Syarat-Syarat Ijma
Mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syarat:
a.       Memiliki pengetahuan tentang Al Qur’an.
b.      Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.
c.       Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ sebelumnya.
d.      Memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
e.       Menguasai ilmu bahasa.[3]
C. Rukun-Rukun Ijma’
Ijma’ tidak akan terbentuk atau terwujud kecuali jika sempurna Rukun-Rukunya, rukun-rukun ijma’ adalah:
1. ditemukanya sekelompok mujtahid pada satu masa yang terjadi kasus atau permasalahan, dikarenakan kesepakatan tidak akan muncul kecuali dari berbagai pendapat yang sama. Jika tidak ditemukan seorang mujtahid di jaman itu atau hanya ditemukan satu saja, maka tidak akan terbentuk ijma’ secara syar’i. Oleh karena itu tidak ada ijma’ pada masa Rasulullah SAW dikarenakan beliau satu-satunya mujtahid.
2. semua mujtahid sepakat terhadap hukum syar’i pada kasus diwaktu munculnya suatu kasus tanpa memandang daerah, bangsa, atau kelompoknya. Jika terjadi kesepakatan para mujtahid tanah hijaj saja atau mujtahid tanah irak saja atau daerah mesir saja, maka hal itu bukan dinamakan ijma’ dikarenakan ijma’ tidak akan terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari semua negara-negara islam pada masa yang baru.
3. kesepakatan para mujtahid dengan memunculkan pendapat-pendapatnya harus jelas, baik berupa qoul atau berupa fi’lu.  Ataupun berpendapat sendiri-sendiri  dan setelah munculnya beberapa pendapat maka tampak jelas bahwa mereka semua sepakat. Atau mereka semua memunculkan pendapat dengan sepakat. Yakni semua mujtahid seluruh negara islam sepakat pada satu masa munculnya kasus yang diserahkan pada seluruh mujtahid dan setelah tampak jelas pemikiran-pemikiran mereka, mereka sepakat terhadap satu hukum didalamnya.
4. munculnya kesepakatan tersebut dari semua mujtahid, jika mayoritas mujtahid saja yang sepakat, maka bukan dikatakan ijma’ selama masih ada yang berbeda pendapat, dikarenakan selama masih ditemukan perbedaan pendapat maka kebenaran pun masih simpang siur mana pendapat yang benar, mana pendapat yang salah.


D. Macam-macam ijma’
Macam-macam ijma’ dilihat dari sisi terbentuknya ada duam macam.
1. ijma sharih
                    Ijma’ sharih adalah kesepakatan mujtahid terhadap hukum suatu kasus dengan memunculkan pendapat yang jelas, baik berupa fatwa atau qodo’. Yakni setiap mujtahid mengeluarkan pendapat atau fi’lu yang dianggap jelas.
Ijma bagian ini adalah ijma’ hakiki dan merupakan hujjah syar’iyah. Menurut jumhur ulama (As-Syafi’i, Maliki, dan sebagian ulama Hanafiah) dan tidak boleh menentang apa apa yang telah disepakatinya, dikarenakan ijma’ ini adalah hujjah qot’iah.

2. ijma’ Sukuti
     Ijma sukuti adalah sebagian mejtahid menampilkan pendapat-pendapatnya dengan jelas. Baik berupa fatwa atau qodo’ sementara sebagian yang lain diam. Entah mereka sepakat atau tidak terhadap mujtahid yang menampilkan pendapat.
Ijma sukuti ini dinamakan ijma’ i’tibari, kebanyakan para ulama ushul ijma ini bisa dikatakan hujjah. Sementara jumhur ulama mengatakan ijma sukuti ini bukan merupakan hujjah, dan ijma’ sukuti ini masih dalam lingkup kesepakatan sebagian mujtahid, tidak semuanya.

E. Ijma’ ditinjau dari segi macam-macamnya
1.    Ijma’ Al-Madinah (kesepakatan masyarakat Madinah)
Pendapat ini di kemukakan oleh imam malik. Menurutnya ijma’ ini merupakan hujjah, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh kalangan sahabat atau taiin yang berada dikota Madinah. Apabila kesepakatan telah melewati dua masa tersebut, maka ia tidak lagi disebut ijma yang menjadu hujjah. Ijma’ ulama Madinah. Menurut Malik bahwa yang telah yang telah diijma’i oleh ulama Madinah, wajiblah kita turuti. Tegasnya ijma’ mereka dijadikan hujjah, wajib diamalkan.[4]

2.    Ijma Al-Haramain ( kesepakatan masyarakat Mekah Dan Madinah)
Pendapat ini berangkat dari keyakinan bahwa ijma’ hanya terbentuk pada masa sahabat, sementara Mekah dan Madinah adalah dua wilayah yang banyak didiami para sahabat, maka kesepakatan yang lahir dari kedua wilayah tersebut tentu menjadi hujjah.

3.    Ijma’ Ahl Ai-Mishrain (kesepakatan masyarakat dua kota bashrah dan kuffah)
Sama dengan ijma’ al haramain, mereka berpendapat bahwa ijma’ ini merupakan hujjah, mengemukakan alasan bahwa kedua kota ini merupakan konsentrasi domisili para sahabat rasulullah saw.[5]


4.    Ijma’ Asy-Syaikhan/Ijma’ Al-Khalifatain ( kesepakatan dua khalifah(khalifah Abu bakar As-siddiq dan khalifah Umar Bin Khattab))
Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian ulama berdasarkan Hadis Nabi:

عن حذيفة ان النبي صلى الله عليه وسلم قال اقتدوا باللذين من بعدي ابي بكر وعمر
Dari Huzaifah Bahwa Nabi Muhammad SAW Bersabda “ turutilah dua orang setelah (wafat) ku; Abu Bakr dan Umar”.[6]

5.    Ijma’ al-Khulafa’ al-Arba’ah/al-Khulafa ar-Rasyidin (kesepakatan khalifah Empat)
Pendapat ini dikemukakan oleh ulama hanafiyyah yang bernapa al-Qodhi Abi Hazim, dan menurut satu riwayat juga oleh ahmad bin Hanbal. Mereka berpendapat berbeda dengan sahabat lainya, kesepakatan diantara khalifah empat; Abu bakar, Umar, Usman dan Ali merupakan Hujjah. pendapat ini pun mengutip dari hadis Rasulullah SAW.[7]

6.    Ijma’ al-‘Itrah (kesepakatan Ahl-Bayt/Keluarga Nabi Muhammad SAW)
Pendapat ini dikemukakan oleh golongan syiah al-imamiyyah dan az-Zaidiyyah. Mereka mengatakan, kesepakatan keluarga nabi (Ali,Fatimah, dan kedua anak mereka; Hasan dan Husain) merupakan hujjah.dalil Al-qur’an yang mereka kemukakan ialah Surat al-Ahzab (33):33.

F. Peran ijma’ sebagai hujjah
Jika rukun-rukun ijma terpenuhi maka maka hukumnya telah disepakati menjadi undang-undang syar’i yang wajib ditaati, tidak boleh menentangnya. Dan bagi para mujtahid dimasa selanjutnya tidak boleh menjadikan kasus yang telah disepakati hukumnya sebagai tempat ijtihad. Karena ketetapan hukum dengan jalan ijma’ pada kasus tersebut merupakan hukum syar’i yang qoti’ tidak ada ruang untuk menentangnya atau menghapusnya.

1. Dalil Naqli
a. Allah telah memerintahkan Orang mukmin untuk mentaati-Nya, Rasul-Nya, dan Ulil Amri.
Allah SWT berfirman Dalam surat An-Nisa ayat 59
يا ايهاا لدين امنوا اطيعواالله واطيعوا الرسول واولى الامر منكم (النساء: 59)
Lafadz (   الامر   ) pada ayat tersebut maknanya adalah (     الشان    ) dan menunjukan makna umum yang memuat keadaan atau perkara agama dan perkara-perkara dunia. Ulil amri ferkara dunia adalah mereka para pemimpin , sedangkan ulil amri ferkara akhirat adalah para mujtahid dan ahli fatwa. Ketika para mujtahid sepakat terhadap pencetusan suatu hukum, maka wajib mengikutinya dan pengesahan  hukum para mujtahid itu dengan dalil-dalil Al-qur’an.

b. Firman Allah SWT dalam Surat An-nisa Ayat 115:

ومن يشاقق الرسول من بعدما تبين له الهدى ويتبع غيرسبيل المؤمنين نوله ما تولئ ونصله جهنم وساءت مصيرا (النساء : 115)
Artinya:
            Barang siapa yang menentang Rasulullah SAW sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang0orang mukmin kami biarkan ia leluasa dalam kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukan ia kedalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali.
Indikasi ayat tersebut bahwa Allah SAW mengencam bagi orang-orang yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin dengan ancaman azab yang sangat pedih. Maka firman Allah SAW  tersebut merupakan dalil bahwa mengikuti jalan selain orang-orang mukmin itu haram hukumnya. Jika memang hukumnya tidak ada keharaman maka Allah SWT tidak akan mengancamnya.


C. Hadist Rasulullah SAW yang menunjukan terjaganya umat dari Kesalahan
قول الرسول : لايجتمع امتى على الخطاء
Umatku tidak akan sepakat terhadap kesalahan.
وقوله ص م  لايجتمع امتى على الضلالة
Umatku tidak akan sepakat atas suatu kesalahan.[8]
Dilihat dari segi dholalah, hadis tersebut juga mencapai derajat qithi’ dalam menunjukan pengertian wajib mengikuti ijma’. Dengan demikian dapat ditinjau dari segi jalur periwayatan atau sanad maupun susunan redaksi nya, hadis hadis diatas merupakan nash yang qothi’  dalam kewajiban mengikuti ijma’.

وقوله ص م يدالله مع الجماعة
Kekuasaan ALLAH SWT beserta jamaah. Dan hadis Rasulullah SAW.[9]
 مارأه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن
Artinya :
 “Apa yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan Allah juga baik”.

Indikasi hadis-hadis diatas ialah behwa hukum yang telah disepakati oleh para mujtahid pada hakikatnya merupakan hukum umat yang telah disepakati oleh umat islam yang terwakili oleh para mujtahid. Hadis-hadis diatas menunjukan pada ketetapan ijma’ sebagai Hujjah.

2. Dalil Aqli
Bahwa tidak logis secara umum, apakah mungkin para mujtahid sepakat tanpa bersumber atau berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunah. Begitu juga mungkinkah mereka semua salah dalam kesepakatanya tanpa ada satupun yang mengingatkanya. Maka dari itau konsensus para mujtahid yang telah disepakati itu memang benar dan berlandaskan pada dalil dan merupakan tuntutan wajib maengamalkanya.
Derajat ijma’ sebagai hujjah, maka ketika ijma’ sudah terbentuk maka merupakan hujjah qot’iah yang wajib diamalkan dan haram berbeda denganya. Barang siapa mengingkarinya termasuk orang kufur, yakni bisa dengan mengucapkan ‘’ Ijma’ Bukan merupakan Hujjah”.
Hukum masalah yang telah disepakati itu menjadi qoti’, tidak diperbolehkan setelahnya menjadikan tempat perkhilafan. bagi mujtahid pada masa selanjutnya tidak boleh menjadikan masalah tersebut sebagai bahan atau tempat berijtihad. Karena ketetapan hukum dalam jalan ijma’ merupakan hukum syar’i yang qoti’ dan tidak ada ruang utuk berbeda atau menghapusnya. Kedudukan ijma’ menjadi hujah ini menempati urutan ketiga setelah Al-Qur’an dan Hadist.

G. Kemungkinan Terbentuknya Hujjah
1. Ulama berpendapat (Mu’tajilah, Syiah, Khawarij) bahwa ijma’ yang  sempurna rukun-rukunya tidak mungkin terbentuk dikarenakan sangat sulit untuk memenuhi rukun-rukunya. Hal ini dikarenakan tidak bisa ditemukan Alat ukur untuk mengetahui siapa yang sudah mencapai derajat mujtahid atau belum. Andaikan dipastikan bahwa semua mujtahid diseluruh alam islam dapat diketahui keberadaanya ketika timbul kasus, sementara untuk mengetahui pendapat mereka semua dengan jalan yang bisa menimbulkan keyakinan atau mendekati keyakinan itu sangat sulit sekali, dikarenakan mujtahid itu terpisah diseluruh benua yang berbeda-beda dan dinegara yang saling berjauhan.
2. Jumhur ulama berpendapat bahwa ijma mungkin bisa terbentuk dan bahkan secara nyata telah terjadi. Sebagian ijma’ yang telah terjadi ialah ijma’ terhadap kepemimpinan Abu Bakar As-sidiq, keharaman lemak babi, nenek mendapatkan  , terhijabnya cucu laki-laki dari anak laki-laki oleh anak laki-laki dan lain-lain. Yakni berupa hukum-hukum juziyah dan kuliyah.
3. dari pengumpulan dan penyesuaian diantara beberapa pendapat maka dapat disimpulkan ijma’ dengan definisi dan rukun-rukunya tidak mungkin terbentuk secara adat pada masa sekarang ini, ketika ferkaranya dipasrahkan kepada umat-umat islam dan golongan umat-umat islam. Akan tetapi ijma’ bisa terbentuk jika kepemerinahan islam menguasai perkaranya. Maka setiap kepemerintahan mampu untuk menentukan syarat-syarat mujtahid dan kriteria seseorang terhadap derajat ijtihad bagi orang-orang yang telah sempurna syarat-syarat ijtihadnya. Maka dari itu kepemerintahan mampu untuk mengetahui mujtahid dan pendapat mereka pada tanda-tanda kasus.
Jika kepemerintahan telah mengetahui pendapat para mujtahid pada suatu kasus dan pendapat para mujtahid pada suatu kasus dan pendapat para mujtahid sepakat pada setiap kepemerintahan islam terhadap satu hukum, maka hal tersebut dinamakan ijma’. Dan hukum yang telah disepakati merupakan hukum syar’i yang wajib diikuti oleh seluruh umat islam.
BAB III
PENUTUP
-Kesimpulan
Ijma’ menurut jumhur ulama ialah kesepakatan semua para mujtahid terhadap hukum syar’i terhadap suatu kasus dalam satu masa setelah meninggalnya Rosulullah SAW . ungkapan “setelah meninggalnya Rosulullah”  pada definisi diatas ini dikarenakan pada masa hidupnya Rasulullah SAW, beliaulah satu-satunya tempat rujukan syari’at.  Maka dari itu didak ada ikhtilaf  atau perbedaan hukum syari’at  dan tidak ada kesepakatan. Dikarenakan kesepakatan itu sendiri tidak akan terbentuk kecuali dari kelompok.
Ijma’ terbagi menjadi dua:
1. Ijma’ Shorekh
2. Ijma’ Sukuti
Jika rukun-rukun ijma terpenuhi maka maka hukumnya telah disepakati menjadi undang-undang syar’i yang wajib ditaati, tidak boleh menentangnya. Dan bagi para mujtahid dimasa selanjutnya tidak boleh menjadikan kasus yang telah disepakati hukumnya sebagai tempat ijtihad. Karena ketetapan hukum dengan jalan ijma’ pada kasus tersebut merupakan hukum syar’i yang qoti’ tidak ada ruang untuk menentangnya atau menghapusnya.









[1]Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 60.
[2]Sarmin Syukur, Sumber-Sumber Hukum Islam (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), 93.
[3]Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung : Pustaka Setia, 2003), hal. 70.
[4]Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, PengantarHukum Islam (Semarang: PT PustakaRizki Putra, 1997), 195.
[5] Abd.Rahman Dahlan, Ushul Fiqih,(Jakarta:AMZAH,2014) halmn.154
[6] Ahmad bin hambal, musnad al-imam Ahmad, Mesir: Dar Al-Ma’arif,1980,Hadis nomor 22161, at-Tirmidzi, Hadis No 3595, an-Nasa’i, sunan an-Nasa’i, Ttp: Dar al-Basyar’ir al-islamiyyah,1987, Hadis nomor 5305.
[7]At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, hadis no 2600, Ahmad, musnad al-imam Ahmad, Hadis nomor 16521, Abu Dawud, Sunan Abi dawud,Ttp:Dar Ihya at-Turats al-Arabi,tt,hadis no 3991, abu muhammad ad-darimi, sunan ad-Darimi, Ttp: Dar al-Kitab al-Arabi, 1987, hadis nomor 95.
[8] Menrut penelitian abdul muhsin At-turki, hadis diatas diriwayatkan oleh Abu Malik al-Asyari,ibnu umar, ibnu abas, samurah, abi nadhrah, abi ummah bin abi masud, tetapi menurut az-zarkasy semua periwayatan hadis tersebut mempunyai illah (sehingga menjadi dhaif). Selain itu terdapat hadis lain yang berbunyi “la Tajtami’ ummati ala khatha. Bandingkan  muhammad bin isa bin shurah, al-jami’ ash-Shahih (sunan at-Turmudzi) juz,IV,Beirut: Dar Al-Fikr 1988,hlmn.405.

[9] At-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi,Ttp:Dar Al-fikr/Dar ihya At-Turats Al-Arabi,1983 hadis no 2092

 


DAFTAR PUSTAKA

Abd.Rahman Dahlan,2014, Ushul Fiqih,Jakarta:AMZAH.
Ahmad Hanafi,1995, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, 1997,PengantarHukum Islam ,Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Rachmat Syafe’i, 2003, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung : Pustaka Setia.
Sarmin Syukur, 1993, Sumber-Sumber Hukum Islam,Surabaya: Al-Ikhlas.



Umat islam akan menyesal jika tidak memperhatikan hal ini

Perhatikanlah hadis nabi yang di kutip dari kitab  berikut ini. سَيَأْتِيْ زَمَانٌ عَلَى اُمَّتِيْ يَفِرُّوْنَ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَ...